WILAYAH PERAIRAN
Indonesia adalah negara
kepulauan terbesar dunia. Secara fisik, dia punya panjang garis pantai mencapai
81.000 kilometer dengan jumlah pulau mencapai lebih dari 17.500 pulau. Luas
daratan 1,9 juta kilometer persegi, sementara luas perairan 3,1 juta kilometer
persegi. Bukan perkara mudah menjaga wilayah seluas itu. Apalagi sebagai negara
kepulauan yang letaknya berada di antara dua samudra dan dua benua, Indonesia
berbatasan setidaknya dengan 10 negara, mulai dari Malaysia, Singapura,
Thailand, Vietnam, Filipina, Australia, Papua Niugini, Timor Leste, Palau,
hingga India.
Sepanjang sejarah, wilayah
perairan Indonesia berubah-ubah luasnya, sesuai dengan rezim aturan yang
berlaku pada masanya. Menurut pakar hukum kelautan Fakultas Hukum Universitas
Indonesia (FHUI), Agus Brotosusilo, pada masa kolonialisasi Belanda, berlaku
ketentuan Territoriale Zee en Maritieme Kringen Ordonantie (TZMKO) 1939, yang
dijiwai prinsip Mare Liberum (Freedom of The Sea) seorang genius hukum dan juga
bapak hukum internasional asal Belanda, Hugo Grotius (1604).
Pada 13 Desember 1957,
pemerintah mendeklarasikan Wawasan Nusantara, dikenal dengan Deklarasi Djuanda.
Deklarasi ini menetapkan kawasan perairan di bagian dalam kepulauan Indonesia
otomatis menjadi bagian dari wilayah kedaulatan Indonesia. Sementara itu,
ketentuan pengukuran 3 mil dari garis pantai setiap pulau diubah menjadi 12
mil.
Lebih lanjut pada April 1982
konsep Wawasan Nusantara diterima menjadi bagian konvensi hukum laut
internasional hasil Konferensi PBB tentang hukum laut yang ketiga (UNCLOS).
Selain pengukuran 12 mil tadi,
juga ditetapkan tentang kawasan ZEE yang cakupannya mencapai 200 mil dari garis
pantai setiap pulau.
Untuk kawasan ZEE, kewenangan
hanya sebatas mengelola dan memelihara kekayaan alam saja, sementara di wilayah
12 mil tadi Indonesia punya kedaulatan penuh di daratan, perairan wilayah, dan
bahkan terhadap tanah di bawah permukaan air dan ruang udara yang ada di
atasnya (sovereign rights).
Memahami sejarah sekaligus
aturan yang berlaku terkait penentuan teritorial perairan seperti itu adalah
keharusan. Agus mencontohkan, Malaysia sebetulnya mengakui dan menjadi anggota
UNCLOS. Namun, sejak kemenangan klaim mereka atas Pulau Sipadan dan Ligitan,
beberapa tahun lalu, Malaysia semakin percaya diri dan berkeras tetap
berpatokan pada peta wilayah yang dibuatnya sendiri tahun 1979 (klaim unilateral).
”Peta itu memasukkan sejumlah
wilayah perairan kita, sesuai UNCLOS, ke dalam wilayah mereka. Maka itu,
terjadi sejumlah sengketa akibat klaim sepihak tadi, seperti sebelumnya di
perairan Ambalat dan kemarin di sekitar Pulau Bintan,” kata Agus.
hankam.kompasiana.com/2010/09/04/wilayah-perairan-indonesia/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar