Pembalasan
Pembalasan adalah respon terhadap sesuatu yang dianggap sebagai ketidakadilan dan biasanya reaksi ini sangat parah akibat ego yang terluka. Bagi seorang eksekutif yang "takhtanya"-nya direbut, maka tidak ada upaya yang lebih memuaskan selain merebutnya kembali. Steve Jobs, yang didepak dari Apple Computer Inc, pada 1985 tapi kemudian berhasil kembali memimpin sejak 1997,
bukan satu-satunya contoh orang yang berhasil memenangi pertarungan yang hampir mustahil. Banyak sudah dicontohkan mulai dari filmsampai dalam kehidupan nyata di dunia bisnis.
Memang aksi balas dendam akan terkenal selama berlangsung di posisi puncak, namun ruang kerja karyawan biasa, juga tak bisa luput dari sabotase. Pengunduran diri atau pemecatan bukan satu-satunya kondisi yang memicu orang untuk membuat perhitungan. Dari balas dendam terhadap rekan sekerja yang mencari-cari atau membesar-besarkan kesalahan, menyudutkan, menampik ide, pengecaman di depan umum, pemotongan anggaran tanpa kejelasan sampai dendam di antara para manajer level menengah yang bersaing memperebutkan jabatan, pembalasan juga memiliki peranan dalam skenario kehidupan yang lebih biasa.
Keinginan untuk balas dendam merupakan salah satu dorongan manusiawi yang tersembunyi di balik perilaku eksekutif. Meski tabu dibicarakan dalam forum bahwa balas dendam dapat dijadikan pemicu sukses yang signifikan, tapi hal ini benar-benar terjadi.
Lantas bagaimana kita dapat melakukan pembalasan namun tidak terjebak dalam fallacy (buah pikiran yang keliru), dimana sebuah penalaran atau pemikiran menghasilkan kesimpulan yang nampak benar, namun secara aktual justru salah? Dan bagaimana agar dapat menduduki sebuah jabatan yang diincar dalam ranah persaingan yang penuh intrik dan mengundang ketidakadilan? Sehingga saat terpilih, kita adalah pemimpin hasil sebuah bentukan, bukan pemimpin yang lahir karena kecelakaan sejarah.(http://www.andriewongso.com/artikel/artikel_anda/3758/Manisnya_Pembalasan/)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar