Minggu, 30 Oktober 2011

Wujud Kebudayan dalam Masyarakat Indonesia


Hasil Fisik 
  Tarian tradisional
Secara garis besar seni tari dari Sumatera Barat adalah dari adat budaya etnis Minangkabau dan etnis Mentawai. Kekhasan seni tari Minangkabau umumnya dipengaruhi oleh agama Islam, keunikan adat matrilineal dan kebiasan merantau masyarakatnya juga memberi pengaruh besar dalam jiwa sebuah tari tradisi yang bersifat klasik, diantaranya
Tari Pasambahan, Tari Piring, Tari Payung dan Tari Indang. Sementara itu terdapat pula suatu pertunjukan khas etnis Minangkabau lainnya berupa perpaduan unik antara seni bela diri yang disebut silek dengan tarian, nyanyian dan seni peran (acting) yang dikenal dengan nama Randai[19].
Sedangkan untuk tarian khas etnis Mentawai disebut Turuk Laggai. Tarian Turuk Langai ini umumnya bercerita tentang tingkah laku hewan, sehingga judulnya pun disesuaikan dengan nama-nama hewan tersebut, misalnya tari burung, tari monyet, tari ayam, tari ular dan sebagainya[20].http://id.wikipedia.org/wiki/Sumatera_Barat


Kesenian Angguk merupakan satu dari sekian banyak jenis kesenian rakyat yang ada di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Kesenian angguk berbentuk tarian disertai dengan pantun-pantun rakyat yang berisi pelbagai aspek kehidupan manusia, seperti: pergaulan dalam hidup bermasyarakat, budi pekerti, nasihat-nasihat dan pendidikan. Dalam kesenian ini juga dibacakan atau dinyanyikan kalimat-kalimat yang ada dalam kitab Tlodo, yang walaupun bertuliskan huruf Arab, namun dilagukan dengan cengkok tembang Jawa. Nyanyian tersebut dinyanyikan secara bergantian antara penari dan pengiring tetabuhan. Selain itu, terdapat satu hal yang sangat menarik dalam kesenian ini, yaitu adanya pemain yang “ndadi” atau mengalami trance pada saat puncak pementasannya. Sebagian masyarakat Yogyakarta percaya bahwa penari angguk yang dapat “ndadi” ini memiliki “jimat” yang diperoleh dari juru-kunci pesarean Begelen, Purworejo.

Tarian angguk diperkirakan muncul sejak zaman Belanda1, sebagai ungkapan rasa syukur kapada Tuhan setelah panen padi. Untuk merayakannya, para muda-mudi bersukaria dengan bernyanyi, menari sambil mengangguk-anggukkan kepala. Dari sinilah kemudian melahirkan satu kesenian yang disebut sebagai “angguk”. Tari angguk biasa digelar di pendopo atau di halaman rumah pada malam hari. Para penontonnya tidak dipungut biaya karena pertunjukan kesenian angguk umumnya dibiayai oleh orang yang sedang mempunyai hajat (perkawinan, perayaan 17 Agustus-an dan lain-lain).http://uun-halimah.blogspot.com/2008/05/tari-angguk-daerah-istimewa-yogyakarta.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar